Kamis, 24 Maret 2016

1

Teori Dan Penerapan Teori Motivasi: Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow



Teori Dan Penerapan Teori Motivasi:
Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow

Disusun Oleh :
Fadlilah Kusuma Wardani                            H24140030
Fitria Suartini                                                H24140032
Intan Permatasari                                          H24140045
Vina Yolanda                                               H24140047
Nur Wasilah                                                  H24140077
Safira Dwi Tyas Putri                                   H24140134

Mata Kuliah:
Perilaku Organisasi
Dosen Pengajar:
Erlin Trisyulianti, S.TP, M.Si












PROGRAM SARJANA DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Abraham Maslow adalah salah satu ilmuwan yang banyak memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang psikologi dan manajemen. Bahkan ada yang menyebut bahwa Maslow adalah bapak manajemen modern. Pada awalnya pemikiran-pemikirannya banyak mewarnai dunia psikologi tetapi kemudian juga mewarnai bidang manajemen dan organisasi. Hal tersebut dikarenakan pemikiran-pemikiran Maslow berkaitan dengan kemanusiaan (humanity) yang pastinya akan berhubungan dengan semua aspek kehidupan. Teori-teori Maslow banyak dirujuk sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hierarkis. Dalam makalah ini kami akan menjelaskan pemikiran Abraham Maslow, ketika banyak menjadi bahan rujukan dalam penelitian dan aplikasi bisnis. Pengaruh pemikiran tersebut dapat berupa penerapan manajemen bisnis, penerapan pada bisnis konstruksi, humanisme, pembelajaran, teori pembelajaran dan dan motivasi pekerja untuk belajar.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah yang disebut motivasi?
1.2.2 Bagaimana teori hierarki kebutuhan Maslow?
1.2.3 Bagaimana penerapan dari teori hierarki kebutuhan Maslow?



1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari motivasi secara umum.
1.3.2 Untuk mengetahui teori hierarki kebutuhan Maslow.
1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana penerapan teori hierarki kebutuhan Maslow.


















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Motivasi
Motivasi didefinisikan sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Sementara motivasi umum berkaitan dengan usaha mencapai tujuan apa pun, kita akan mempersempit fokus tersebut menjadi tujuan-tujuan organisasional untuk mencerminkan minat kita terhadap perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan.
Tiga elemen utama dalm definisi adalah intensitas, arah, dan ketekunan. Intensitas berhubungan dengan seberapa giat seseorang berusaha. Ini adalah elemen yang paling banyak mendapat perhatian ketika kita membicarakan tentang motivasi. Namun, intensitas yang tinggi sepertinya tidak akan menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Dengan demikian, kita harus mempertimbangkan kualitas serta intensitas upaya secara bersamaan. Upaya yang diarahkan ke dan konsisten dengan tujuan-tujuan organisasi merupakan jenis upaya yang seharusnya kita lakukan. Terakhir, motivasi memiliki dimensi ketekunan. Dimensi ini merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang bisa mempertahankan usahanya. Individu-individu yang termotivasi bertahan melakukan suatu tugas dalam waktu yang cukup lama demi mencapai tujuan mereka.

2.2 Hierarki Teori Kebutuhan
Barangkali, tepat untuk dikatakan bahwa teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki kebutuhan (hierarchy of needs) milik Abraham Maslow. Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdaat hierarki dari lima kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah:
1.      Fisiologis: Meliputi rasa lapar, haus, berlindung, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya,
2.      Rasa aman: Meliputi rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional.
3.      Sosial: Meliputi rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan.
4.      Penghargaan: Meliputi faktor-faktor penghargaan internal seperti rasa hormat diri, otonomi, dan pencapaian, dan faktor-faktor penghargaan eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.
5.      Aktualisasi diri: Dorongan untuk menjadi seseorang sesuai kecakapannya; meliputi pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri.
Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan yang lebih tinggi dan lebih rendah. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah (lower-order needs); kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas (higher-order needs). Perbedaan antara kedua tingkatan tersebut didasarkan pada dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal (di dalam diri seseorang), sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal (oleh hal-hal seperti imbalan kerja, kontrak serikat kerja, dan masa jabatan).

.
Kebutuhan Dasar 1 : Kebutuhan Fisiologis
Umumnya kebutuhan fisiologis bersifat neostatik (usaha menjaga keseimbangan unsur-unsur fisik) seperti makan, minum, gula, garam, protein, serta kebutuhan istirahat dan seks. Kebutuhan fisiologis ini sangat kuat, dalam keadaan absolut (kelaparan dan kehausan) semua kebutuhan lain ditinggalkan dan orang mencurahkan semua kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan ini.

Kebutuhan Dasar 2 : Kebutuhan Keamanan (Safety)
Sesudah kebutuhan keamanan terpuaskan secukupnya, muncul kebutuhan keamanan, stabilitas, proteksi, struktur hukum, keteraturan, batas, kebebasan dari rasa takut dan cemas. Kebutuhan fisiologis dan keamanan pada dasarnya adalah kebutuhan mempertahankan kehidupan. Kebutuhan fisiologis adalah pertahanan hidup jangka pendek, sedang keamanan
adalah pertahanan hidup jangka panjang.

Kebutuhan Dasar 3 : Kebutuhan Dimiliki dan Cinta (Belonging
dan Love)
Sesudah kebutuhan fisiologis dari keamanan relatif terpuaskan, kebutuhan dimiliki atau menjadi bagian dari kelompok sosial dan cinta menjadi tujuan yang dominan. Orang sangat peka dengan kesendirian, pengasingan, ditolak lingkungan, dan kehilangan sahabat atau kehilangan cinta. Kebutuhan dimiliki ini terus penting sepanjang hidup.
Ada dua jenis cinta (dewasa) yakni Deficiency atau D-Love dan Being atau B-love. Kebutuhan cinta karena kekurangan, itulah DLove; orang yang mencintai sesuatu yang tidak dimilikinya, seperti harga diri, seks, atau seseorang yang membuat dirinya menjadi tidak sendirian. Misalnya: hubungan pacaran, hidup bersama atau pernikahan yang membuat orang terpuaskan kenyamanan dan keamanannya. D-love adalah cinta yang mementingkan diri sendiri, yang memperoleh daripada memberi.
B-Love didasarkan pada penilaian mengenai orang lain apa adanya, tanpa keinginan mengubah atau memanfaatkan orang itu. Cinta yang tidak berniat memiliki, tidak mempengaruhi, dan terutama bertujuan memberi orang lain gambaran positif, penerimaan diri dan perasaan dicintai, yang membuka kesempatan orang itu untuk berkembang.

Kebutuhan Dasar 4 : Kebutuhan Harga Diri (Self Esteem)
Ketika kebutuhan dimiliki dan mencintai sudah relatif terpuaskan, kekuatan motivasinya melemah, diganti motivasi harga diri. Ada dua jenis harga diri :
1. Menghargai diri sendiri (self respect) : kebutuhan kekuatan, penguasaan, kompetensi, prestasi, kepercayaan diri, kemandirian, dan kebebasan.
2. Mendapat penghargaan dari orang lain (respect from other) :
kebutuhan prestise, penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, menjadi orang penting, kehormatan, diterima dan apresiasi. Orang membutuhkan pengetahuan bahwa dirinya dikenal dengan baik dan dinilai dengan baik oleh orang lain.

Kebutuhan Dasar Meta : Kebutuhan Aktualisasi Diri
Akhirnya sesudah semua kebutuhan dasar terpenuhi, muncullah kebutuhan meta atau kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan menjadi sesuatu yang orang itu mampu mewujudkannya secara maksimal seluruh bakat –kemampuann potensinya. Aktualisasi diri adalah keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri (Self fullfilment), untuk menyadari semua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang dia dapat melakukannya, dan untuk menjadi kreatif dan bebas mencapai puncak prestasi potensinya. Manusia yang dapat mencapai tingkat aktualisasi diri ini menjadi manusia yang utuh, memperoleh kepuasan dari kebutuhan-kebutuhan yang orang lain bahkan tidak menyadari ada kebutuhan semacam itu.

2.3 Penerapan Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
2.3.1 Penerapan Teori Hirarki Kebutuhan Maslow pada Manajemen Bisnis
Teori Hirarki Kebutuhan Maslow penting untuk diterapakan dalam kepemimpinan. Hal ini terutama harus diperhatikan untuk memotivasi karyawan di tempat kerja, yang dapat diapliakasikan dalam gaya manajemen, mengatur deskripsi kerja, kegiatan perusahaan, dan aturan penggajian.
Implikasi mengenai teori ini dapat diterapkan melalui :
a.        Kebutuhan fisiologis (physiological needs), yakni dengan menyediakan makan siang, tempat istirahat, dan gaji yang cukup untuk memenuhi  kebutuhan pokok
b.      Kebutuhan rasa aman (safety needs), yakni dengan menciptakan lingkungan kerja yang aman, bebas dari ancaman, dan keamanan dalam bekerja
c.        Kebutuhan sosial (social needs), yakni dengan menciptakan rasa diterima oleh lingkungan, rasa memiliki, dan kebersamaan dengan membentuk tim yang dinamis
d.      Kebutuhan penghargaan diri (self esteem needs), yakni dengan menghargai prestasi karyawan, memiliki rencana-rencana yang penting, dan menyediakan status agar karyawan merasa dihargai dan memiliki nilai
e.       Kebutuhan aktulisasi diri (self actualization), yakni dengan menyediakan tantangan dalam bekerja dan pemahaman untuk berinovasi, kreativitas, dan perkembangan berdasarkan tujuan jangka panjang

Kebutuhan karyawan yang berbeda-beda, disertai dengan faktor dan motivasi yang berbeda ini  menuntut pemimpin untuk memahami kebutuhan setiap karyawan di perusahaannya. Pemimpin harus mampu untuk mengenali tingkat kebutuhan karyawan pada setiap levelnya.

2.3.2 Penerapan Teori Hirarki Kebutuhan Maslow pada Perusahaan Konstruksi
            Untuk menciptakan lingkungan yang memotivasi bagi karyawan konstruksi, maka manajer haruslah memahami seluruh konsep dan teori motivasi (Halepota, 2005). Bagi  pekerja konstruksi, kebutuhan fisiologis meliputi upah, gaji dan kondisi kerja. Kebutuhan rasa aman meliputi keamanan kerja, manfaat lain seperti asuransi kesehatan, dan kondisi kerja yang aman. Kebutuhan sosial meliputi kerja tim, dan aktivitas lain yang mengembangkan hubungan antar pekerja. Kebutuhan pengharaan meliputi umpan balik yang positif, dan kesempatan untuk mendapat keuntungan. Kebutuhan aktualisasi diri seperti menciptakan tantangan yang mendorong pekerja.
            Teori Maslow dapat membantu  memahami perilaku manusia dan memilih strategi motivasi yang tepat untuk individual yang akan dimotivasi. Berbeda motivasi berbeda pula tujuannya bagi individual. Reward atau pengembalian dalam bentuk uang mungkin saja penting dan bernilai bagi seseorang, tetapi bisa jadi tidak bagi orang lain. Hal tersebut harus dipahami sebagai perbedaan pekerja dan kebutuhannya, oleh karena itu seorang manajer atau supervisor harus  dapat memahami makna reward bagi kinerja yang baik.
Schrader (1972) dalam Halepota (2005), mengaplikasikan teori hirarki kebutuhan Maslow pada pekerja konstruksi. Beliau ingin mengidentifikasi tingkat kebutuhan yang dapat meningkatkan motivasi pekerja dan produktivitasnya. Kesimpulan Schrader menyatakan tingkat kebutuhan yang bawah yakni kebutuhan fisiologis dan rasa aman tidak lagi memotivasi karyawan perusahaan konstruksi. Hal tersebut didasarkan pada fakta bahwa gaji pekerja konstruksi cukuplah tinggi untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan rasa amannya. Schrader juga percaya bahwa lingkungan pekerja yang nyaman akan membantu pekerja konstruksi untuk meningkatkan hubungan antar sesama pekerja. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Guna memotivasi pekerja konstruksi, Schrader mengusulkan bahwa manajemen butuh fokus pada tingkatan kebutuhan yang paling tinggi dari tingkatan kebutuhan Maslow. Hal ini untuk mengisi kebutuhan yang paling tinggi. Schrader juga mengusulkan untuk dilakukan diskusi antara karyawan tentang metode pengembangan yang praktis. Dia percaya bahwa kunci keberhasilan dalam perusahaan konstruksi adalah penggunaan partsipasi dalam proses pengambilan keputusan. Schrader juga mengusulkan bahwa kebutuhan untuk dihargai (esteem needs) dan kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) pada pekerja konstruksi dapat dilakukan dengan pujian, mendengarkan, dan keterlibatan.


2.3.3 Pengaruh Pandangan Abraham Maslow Pada Humanisme dan Pembelajaran
            Berdasarkan teori hirarki kebutuhan Maslow, lingkungan pembelajaran adalah hasil dari kebutuhan belajar, dan bertemunya bermacam-macam kebutuhan dan harapan, serta inisiatif dan diri secara langsung juga termasuk didalamnya. Berdasarkan teori hirarki kebutuhan Maslow, aktualisasi diri adalah tujuan dari pembelajaran, dan pendidikan adalah fokus dari pengembangan diri. Persepsi individu adalah pusat dari pengalaman, dan pembelajaran dapat menggambarkan pengalaman tersebut.
Maslow (1959) dalam Wilson & Susan (2008) menjelaskan bahwa humanisme adalah keseluruhan pandangan dari psikologi manusia dan pembelajaran. Maslow menyatakan bahwa pandangan humanis didasarkan pada metode yang berbeda dari pengalaman yang diperoleh, yang dapat disebut sebagai pandangan yang menyeluruh. Hal tersebut didasarkan pada total jumlah pengalaman manusia, termasuk tidak hanya fakta tetapi pengalaman di dalam diri sebagai hasil imajinasi, fantasi, dan pemikiran. Untuk memiliki pengetahuan, humanis tidak hanya menggunakan logika dan observasi faktual, tetapi juga empati dan instuisi. Humanis mendorong pembelajar untuk mengembangkan tujuan pribadinya. Pandangan humanis menggambarkan lebih dari pemikiran yang penting dan memandang manusia sebagai individu yang bebas yang mempunyai pengendalian atas nasibnya. (Dupuis, 1997 dalam Wilson & Susan, 2008). Mereka percaya bahwa pembelajaran berkontribusi pada kesehatan psikologis. Merriam dan Caffarella (1999) dalam Wilson dan Susan (2008) menggunakan pandangan Abraham Maslow dan Carl Roger’s untuk menggabungkan daftar tujuan motivasi yang dihasilkan dalam pembelajaran efektif : aktualisasi diri, penemuan nasib atau pekerjaan, pengetahuan atau kemahiran dalam seperangkat nilai-nilai, realisasi hidup sebagai kemuliaan, kemahiran dari pengalaman puncak, kebanggaan atas prestasi, kepuasan atau kebutuhan psikologis, penyegaran untuk kesadaran atas kecantikan dan keindahan hidup, pengendalian atas gerak hati, penjamin dengan hal penting dalam masalah hidup, dan pembelajaran untuk memilih diskriminatif.


2.3.4 Pengaruh Pandangan Abraham Maslow pada Teori Pembelajaran
            Pandangan Maslow banyak mempengaruhi metode dan teori pembelajaran yakni meliputi andragogi (andragogy), pembelajaran transformational (transformational learning), dan pembelajaran diri secara langsung (self – direction learning). Pembelajaran transformasional dapat dilakukan dengan menjelaskan bagaimana interprestasi orang dewasa atas pengalaman hidupnya, dan bagaimana cara mereka memaknainya. Penjelasan mengenai pengalaman hidup dapat memberikan arti mendalam dan dapat memberi kesempatan seseorang untuk merubah perspektif. Beberapa kunci dari konsep pembelajaran transformational adalah pengalaman, refleksi kritis, dan pengembangan perikemanusiaan Maslow menjelaskan bahwa pengalaman adalah hal positif dan sering membuat individu merubah arah hidupnya menuju perilaku masa depan yang positif. Perilaku tersebut dapat dilakukan dengan teori pembelajaran transformasional.
            Pembelajaran diri secara langsung adalah proses belajar dimana orang akan orang mengambil inisiatif untuk belajar dari pengalamannya secara langsung. Pembelajaran yang dilakukan oleh Maslow ini dilanjutkan sampai sekarang.

2.3.5 Pengaruh Pandangan Abraham Maslow pada Motivasi Pekerja untuk Belajar
Pandangan humanistik Maslow dapat dijadikan acuan dalam teori motivasi, psikologi humanistik, dan pembelajaran orang dewasa di tempat kerja. Pandangan humanistik Maslow menyediakan landasan bagi kepemimpinan organisasi untuk memotivasi karyawan agar belajar (Wilson & Susan, 2008)
ü  Kolaborasi
Pekerja akan termotivasi untuk belajar jika prosesnya dilakukan dengan berkolaborasi antar sesama karyawan. Tugas manajemen untuk menyediakan visi masa depan hasil dari partisipasi karyawan yang juga menjadi tujuan mereka. Kolaborasi membantu karyawan dan manajer untuk mempertemukan tujuan-tujuannya melalui tujuan organisasi.

ü  Jarak Pilihan
Watkins & Marsick (1995) dalam Wilson & Susan (2008) menulis bahwa memiliki ”jarak pilihan” yang dalam untuk mempertimbangkan dan memberikan penghargaan, pilihan untuk menghubungkan pembayaran dengan individual, kebutuhan tim, dan kinerja, seperti halnya membiayai pembelajaran, memotivasi pembelajaran berkelanjutan. Mendesign ulang pekerjaan dan bereksperimen dengan pembelajaran diri secara langsung atau dikelola sendiri juga menciptakan motivasi untuk belajar dengan menciptakan tantangan pekerjaan. Pemberdayaan dan keterlibatan pekerja juga penting untuk merubah struktur dengan pembelajaran saat ini, lebih-lebih mengkolaborasi struktur guna mempertinggi kemampuan organisasi untuk belajar.
ü  Struktur Pelatihan
Manajer membutuhkan kepedulian lebih besar dalam struktur pembelajaran yang digambarkan dalam kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri. Hal ini dapat dicapai dengan mengkomunikasikan pentingnya pelatihan, penjadwalan yang tepat waktu, menyediakan pelatihan yang berkelanjutan, fokus pada kompetensi utama, mendesain pelatihan yang cocok untuk karyawan, menuntun karyawan untuk memilih pelatihannya, menawarkan insentif keuangan untuk belajar, menggunakan format pelatihan aktif, menggunakan pelatihan yang bervariasi, menyediakan interaksi sosial yang baik, memfasilitasi sharing.
ü  Pelatihan Lawan Pengembangan
Pelatihan dikembangkan dengan seperangkat kemampuan yang diharapkan berdampak pada motivasi, dan memperluas pembelajaran pada karyawan. Isi dari berbagai pelatihan harus penuh dengan arti (berarti) bagi peserta. Menurut Wexley dan Latham (2002), dalam Wilson & Susan (2008) penuh dengan arti, maknanya adalah bahan yang disampaikan haruslah memperkaya pengetahuan peserta pelatihan, dan mudah untuk dipahami. Relevan adalah aspek penting dalam pelatihan yang penuh makna. Jika peserta pelatihan menerima materi sesuai dengan kebutuhannya maka dia akan termotivasi untuk mengikuti dan menerapkan apa yang dipelajarinya. Pengembangan karyawan haruslah fokus pada peningkatan karyawan secara total dan mendorong karyawan untuk lebih benyak belajar dan mengembangkan diri. Jika karyawan merasa bahwa mereka ditingkatkan secara kemampuannya secara menyeluruh dan menjadi bernilai bagi organisasi secara umum, mereka akan lebih meningkatkan dan berkomitmen pada pembelajaran. Maslow ingin melihat pengembangan kapasitas secara menyeluruh bagi individu tidak hanya sebagian dari keahlian karyawan. Maslow menginginkan pelatihan dan pembelajaran akan menghasilkan ”pengalaman puncak” bagi karyawan, dimana karyawan akan meralisasikan kapasitas terbaiknya dan mengekspresikannya dalam kemampuannya secara mendalam. Pengalaman puncak ini tidak hanya kegembiraan yang datang dari suksesnya pembelajaran, tetapi merupakan akumulasi dari pembelajaran yang meningkatan pertumbuhan dan pengembangan. Seorang karyawan yang memiliki pengalaman tidak butuh motivasi dari luar, mereka akan termotivasi sendiri, utamanya untuk belajar dan tumbuh.
ü  Pertumbuhan Karir dan Pengembangan
Perencanaan karir adalah aspek yang kritis bagi pembelajaran para karyawan dan pengembangan. Untuk merencanakan secara efektif bagi pertumbuhan dan pengembangan sumber daya manusia dibutuhkan pemahaman yang jelas tentang pertumbuhan dan proses pengembangan itu sendiri. Program pengembangan karyawan harus fokus pada lingkungan belajar yang membantu karyawan untuk dapat mengembangkan diri dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Hal yang mungkin dilakukan karyawan adalah mencapai tujuannya bagi tercapainya tujuan organisasi. Kunci perencanaan bagi organisasi adalah dengan menyediakan kesempatan dan sistem yang dapat membantu karyawan.





BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan manusia menjadi 5 hierarki. Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan yang lebih tinggi dan lebih rendah. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah (lower-order needs); kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas (higher-order needs). Perbedaan antara kedua tingkatan tersebut didasarkan pada dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal (di dalam diri seseorang), sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal (oleh hal-hal seperti imbalan kerja, kontrak serikat kerja, dan masa jabatan).
Teori Hirarki Kebutuhan Maslow dengan komponen yang berurut dari bawah yaitu Fisiologis ,Keamanan ,   Sosial, Ego  Penghargaan, Aktualisasi Diri telah banyak memberikan kontribusi pada berbagai bidang kehidupan seperti manajemen bisnis, humanisme dan pembelajaran serta seluruh yang berkaitan dengan manusia. Terdapat tiga tantangan yang akan menguji teori Abraham Maslow. Yang pertama adalah perbedaan budaya. Bagaimanapun juga teori hirarki kebutuhan Maslow diciptakan di tengah masyarakat yang berbudaya individualistik. Padahal ada juga masyarakat yang berbudaya kolektif. Yang kedua adalah perubahan sistem kerja yang banyak menggunakan sistem kontrak dan pekerja paruh waktu. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi hirarki kebutuhan Maslow karena dengan demikian perusahaan tidak lagi menciptakan lingkungan yang self actualization. Yang ketiga adalah penggunaan teknologi yang bisa jadi akan menggeser peran karyawan atau pekerja, sehingga kesempatan karyawan untuk berekspresi dan berkreasi menjadi berkurang. Yang keempat adalah pendekatan spiritual terhadap manusia atau pekerja. Ini juga menjadi tantangan tersendiri karena banyak keputusan yang didasarkan pada pendekatan spiritual.


DAFTAR PUSTAKA

Robbins Stephen P, Judge Timothy A. 2008. Perilaku Organisasi. Edisi 12. Angelica D, Cahyani R, Rosyid A, penerjemah; Sunardi D, editor. Jakarta: Salemba Empat. Terjemahan dari Organizational Behavior, 12th ed.
Hermawan S. 2009. Aplikasi dan Pengaruh Pemikiran Abraham Maslow pada Manajemen Bisnis, Humanisme, dan Pembelajaran. Jurnal Akuntansi, Manajemen Bisnis dan Sektor Publik (JAMBSP), vol. 5 no. 2: 226-234. http://jurnal.stiesia.ac.id (Diakses pada 18 Maret 2016)





1 komentar: